

Tepat jam 15:30 tampak dik Ida Fitrijati, AMISA ’84 yang di casting menjadi Garwo Dipati Parapen hadir di lokasi latihan, setelah itu mbak Yetty Soebandono, AMISA ’70 yang menjadi Garwo Dipati Pasuruhan juga datang, disusul oleh mas Wisnoe Pribadi, AMISA ’72 yang akan menjadi Pangeran Sapetak Dipati Pasuruhan, selanjutnya top aktor mas Sonny Soemarsono, AMISA ’70 sebagai Pangerang Ariyo Terung Dipati Sengguruh dan terakhir terlihat mas Syaiful B. Ibrahim, AMISA ‘71 yang di casting sebagai Pangeran Permono Dipati Singosari juga sudah datang. Setelah melapor ke mas Sonny dan berbicara dengan sang Sutradara, maka saya mendapat skrip dengan peran sebagai Patih Pramanca dan tampil di adegan 4 : Wlayah Blitar. Saya merasa sangat beruntung karena akan tampil di adegan terakhir hanya dengan 1 (satu) dialog yang sangat singkat, sehingga selain lebih mudah menghafalnya juga bisa melihat terlebih dahulu aksi teman2 yang sudah berlatih 3-4 kali sebelumnya…. Kalau ada yang tanya : grogi apa tidak…? Ya pastilah… namanya juga bukan pemain profesional, tapi suasana latihan sangat santai dan kondusif….termasuk konsumsi yang tidak pernah putus, semua sangat mendukung dan membantu….. bahkan beberapa pemain profesional mengatakan…. tenang saja, jangankan mas Iwan….. mantan Gubernur Jawa Timur, bapak Moch. Basofi Sudirman saja juga grogi dan lupa dialog pada waktu bermain di pagelaran ini beberapa waktu yang lalu……alhasil aksi saya ..... lumayanlah.
Mungkin merasa kasihan kepada saya… karena harus tampil di adegan ke-4 yang tentunya sudah cukup larut malam nanti dihari pagelaran atau ada pertimbangan lain saya tidak tahu, tapi yang jelas diakhir sesi latihan sang asisten sutradara menghapiri saya dan memberitahukan kalau sebaiknya saya tampil di adegan 1 saja, untuk itu peran akan dirubah dari Patih Pramanca ke Pangeran Dalem alias Sunan Giri II dan tanpa berpikir panjang langsung saya setujui, untuk itu skrip awal diminta kembali dan diganti dengan skrip yang baru. Baru pada saat saya sampai dirumah dan membaca skrip yang baru, saya merasa “terjebak” di dalam permainan ini……. bagaimana tidak…? didalam skrip yang baru ada 8 (delapan) dialog yang panjang2 yang harus saya hafalkan…… beban terasa 64 (enam puluh empat) kali lipat dibandingkan dengan sebelumnya, apalagi ini nanti akan tampil “live” artinya tidak ada kesempatan “retake” kalau kita tidak hafal dialognya, sempat terbesit dalam pikiran saya untuk kembali saja ke peran yang lama… tapi apa kata dunia…..??? akhirnya saya pasrah saja ….. dan terus berdoa semoga segala sesuatunya bisa berjalan lancar. Dua kali sisa latihan tidak banyak membantu, saya sempat stres… dengan dialog ini…. Fakta yang ada, dua dialog pertama dengan mudah saya hafalkan… tapi kalau sudah ditambah dengan dialog ketiga dan keempat, maka dialog yang pertama mulai lupa…. Wkekekekekekkk, rupanya ini factor “U” yang tidak bisa diajak kompromi, dan rupanya hal ini pula yang menimpa teman2 yang lain, berbagai ilmu “nyontek” sewaktu sekolah di Madang dulu terpaksa dikeluarkan, ada yang membuat catatan kecil2 seperti kalau mau ulangan… tapi ada juga yang membuat normal terus dilaminating, saya sendiri malah menuliskan ulang dialog itu dengan font yang besar2 dan saya letakan dilantai yang bisa dibaca sambil berdiri.
Hari yang ditunggu-tunggu tibalah sudah, Jumat 23 Mei 2008 jam 16:00 hampir semua pemain sudah merapat ke Gedung Kesenian Jakarta, yang terletak di daerah Pasar Baru Jakarta Pusat, Rencananya hari ini kita masih mau berlatih sekali lagi karena gladi bersih yang dilakukan semalam kurang memuaskan, selain kita juga mau melakukan “blocking”, tapi sekali lagi…. waktu kayaknya tidak berpihak kepada kita, baru adegan I selesai dilakukan, jam sudah menunjukkan pukul 18:00 dimana para pemain sudah harus mulai dirias. Maka latihan kita hentikan dan dilanjutkan dengan acara doa bersama serta potong tumpeng untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar senantiasa menyertai kita di dalam pagelaran ini. Semua pemain masuk ke ruang rias kecuali mas Sonny karena dia masih harus memberikan kata sambutan selaku Ketua Alumni MItreka SAtata Wilayah JABODETABEK.


Pagelaran Ludruk Nostalgia dengan cerita Adipati Sengguruh dibuka dengan penampilan seorang penari remo laki2 yang berpakainan wanita, disusul dengan tari2an yang dibawakan oleh adik2 ITB (yang laki2 berpakaian wanita dan yang wanita berpakaian laki2……. asyik dan kocak sekali).
Sinopsis : Setelah Sry Girindra Wardhana Ranawijaya Raja Majapahit yang memerintah di Kediri dikalahkan oleh Sultan Trenggana dari Demak Bintara, Sry Girinda Wardhana Ranawijaya melarikan diri ke Sengguruh yang sekarang termasuk wilayah Kabupaten Malang, yang kemudian melanjutkan pengusiannya ke Panarukan. Dipati Sengguruh, Dipati Singosari, Dipati Pasuruhan, Dipati Panjer, Dipati Kapulungan dan Dipati Srengat bersatu mempertahankan kekuasaan Majapahit di Brangwetan. Mereka menggempur Lamongan yang dibantu Pasukan Giri Kedaton. Pada saat Dipati Sengguruh hendak menghancurkan makam Sunan Giri, tiba2 dari dalam makam keluar ratusan ribu lebah menyerang pasukan Brangwetan hingga menimbulkan banyak korban. Dipati Sengguruh yang tersiksa oleh sengatan lebah Makam Sunan Giri ditolong oleh Sunan Gribik, putera Syeh Manganti dari Gumana. Dipati Sengguruh bertobat dan berjanji akan selalu ziarah ke makam Sunan Giri dan mau memeluk agama Islam dengan menjadi murid Sunan Gribik. Dipati Sengguruh dianggap berkhianat kemudian diserang oleh para Dipati Brangwetan, hingga Dipati Sengguruh dan Sunan Gribik terusir.

.jpg)
Salam dan sejahtera : Iwanlucy.
1 comment:
hehehe
kuwi sing ngeset aku je
Post a Comment